Senin, 16 November 2009

jadilah orang gila

“Orang baik itu seperti apa, yah?” Tanya anakku. Aku sedikit kaget dengan pertanyaan itu. Terdengar lugu namun sulit untuk dijawab.
“orang baik itu ….”aku coba berpikir sambil melayangkan kedua mataku ke arah yang tak jelas.
“orang baik itu orang yang tidak jahat”.
“orang yang tidak jahat itu seperti apa?”
“orang yang tidak jahat itu orang yang tidak pernah berbuat dosa.”
“jadi orang baik itu orang yang tidak pernah berbuat dosa?’
“ya, tapi sulit untuk kau temukan. Dunia ini sudah tidak lagi memberi tempat bagi mereka.”
“kenapa?”
“karena orang-orang jahat membeli semua tanah yang ada dibumi untuk mereka.
untuk kawan-kawan mereka, dan untuk anak cucu mereka. untuk kejahatan mereka sekarang, nanti, besok, dan besoknya lagi.”
“kenapa mereka membeli semua tanah dibumi?”
“karena mereka ingin menjadi penguasa bumi. Karena mereka ingin menyingkirkan mereka yang baik. Melenyapkan mereka yang tidak mau menjadi teman mereka berbuat jahat.”
“kenapa mereka berbuat jahat”
Aku tidak menjawab pertanyaan dia yang terahir karena bus yang kami tunggu sudah datang. Aku takut telat pulang kerumah dan banyak piring dan gelas lagi yang pecah gara-gara isitriku marah-marah. Dia memang berubah. Tidak seperti dulu waktu muda. Aku pikir aku akan bahagia ketika aku memutuskan untuk menikahinya lima tahun yang lalu.
“aku cinta kamu Mar.” ucapku disebuah taman bunga dekat kampus. Aku sengaja memilih tempat itu karena aku pikir momen berharga ini harus benar-benar perfect dan romantis. Karena ini adalah untuk pertama dan terahir kalinya aku mengucapkan kata cinta pada wanita.
Ide itu aku dapat dari sebuah sinetron yang aku lihat ketika melweati sebuah rumah kecil dikampung. Aku heran sekali dengan apa yang ku lihat dirumah yang kecil itu. Begitu banyak orang yang berebutan masuk untuk menonoton sinetron favorit mereka. tapi aku segera tersadar. Maklum dikampungku baru ada satu rumah yang punya TV jadi tidak aneh kalau mereka berebutan untuk menonton.
Dan setelahnya dua bulan dari ungkapan cintaku pada Marni sebuah rumah tangga telah terjalin diantara kami. Aku menikahinya dengan modal uang yang aku dapat dari penjualan sapi ayahku satu-satunya.
Awalnya rumah tangga kami memang indah. Tapi seiring berjalannya waktu borokku dan juga istriku terbuka satu demi satu. Istriku suka sekali melempar semua barang didekatnya kalau sudah marah. Aku hanya diam. Menunduk sambil mendengarkan ocehannya yang tidak karuan. Tak jarang piaraan tetangga keluar dari mulutnya. Anjing, wedus, dan sebagainya ia tumpahkan seolah sudah ia pendam beribu-ribu tahun lamanya dari dalam perutnya.
“ayah, aku ingin jadi orang baik?’ anakku kembali bertanya setelah aku mendapat tempat duduk dipojok belakang dekat pintu.
“jangan, nak. Jadi orang baik itu susah, payah, dan serba salah. Kamu bakal tidak punya teman tapi banyak lawan. Kamu tidak akan punya tempat tinggal. Kamu tidak akan punya duit karena semua perusahaan hanya membutuhkan orang jahat”.
“kenapa?’
“karena seperti yang ayah bilang, semua tanah sudah dibeli oleh orang-orang jahat. Jadi kamu tidak akan punya tanah untuk membangun rumah. Semua lapangan pekerjaan juga sudah mereka kuasai jadi sulit bagimu untuk mendapat pekerjaan.”
“tapi aku pingin jadi orang baik biar masuk surga.”
“surga itu tidak ada, nak. Surga hanya hayalan orang miskin agar bisa bahagia tanpa harus mengeluarkan uang. Surga hanya omong kosong para ustad, guru ngaji, pendeta, pastur agar kamu mau mematuhi agama mereka dan mereka akan bangga karena sudah mengajak kamu ke masjid, mushola, gereja, dan sebagainya. Surga hanya omong kosong para pejabat, kepala desa, lurah, camat, menteri, presiden, anggota DPR agar kamu tidak lagi menghiraukan kenikmatan dunia dan akhirnya mereka bisa menguasai dunia ini. Surga yang mereka bilang ada di ahirat itu tidak ada. Surga yang sebenarnya adalah dunia ini.
“terus, aku jadi apa?”
“kamu tidak usah pusing, nak. Kamu tidak perlu jadi orang baik karena itu hanya sia-sia belaka. Dijaman sekarang ini tidak ada lagi tempat buat orang baik. Dan orang jahat pun sudah banyak.
“terus, aku harus jadi apa kalau aku besar?’
“jadilah orang gila, nak. Karena dunia ini sudah menjadi gila. Jaman ini sudah menjadi gila. Maka kamu juga harus jadi gila biar kamu bisa hidup dan menikmati surga dunia ini.
Bus yang kami tumpangi berhenti. Didepan ada seorang nenek tua membawa karung besar menghentikan bus. Entah apa isinya. Yang jelas karung itu dihargai dua kali harga tiket penumpang dewasa. Kernetnya bilang harga itu sebagai ganti karung besarnya yang banyak memakan tempat didalam bus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar